Minggu, 10 Mei 2009

KUTU GILA BACA BUKU

KUTU GILA BACA BUKU
Dion. Seorang remaja yang belum lama lulus sarjana kependidikan teknik mesin sebuah universitas negeri. Beberapa bulan lalu, dia diterima bekerja sebegai staff pengajar di sebuah lembaga pendidikan. Erik memiliki sebuah kebiasaan ketika dia menerima gaji bulanan. Setiap kali dia menerima gaji bulanan, besoknya dia akan datang ke sebuah tempat yang di situ berjejal penjual buku bekas. Dua, tiga, empat, lima buku atau terkadang lebih dia beli. Temanya beragam, tapi kesemuanya memiliki kesamaan. Semua buku yang dibelinya, bekas!
Ia memang hobi membaca, seperti layaknya makan ia juga hobi, selain karena makan adalah kebutuhan. Kebiasaan membaca dan memborong buku itu, dilakoninya semenjak awal kali menjadi mahasiswa. Pantas saja, di akhir kelulusan, dia dinobatkan sebagai mahasiswa teladan ke lima tingkat universitas.
Ada lagi, Frans, teman saya di SMU. Tidak jauh berbeda dengan Erik, Fran memiliki kebiasaan yang hampir sama, memborong buku. Setiap kali dia mendapatkan uang kiriman bulanan, yang selalu ia lakukan adalah, belanja buku. Semua bukunya baru. Selesai belanja buku, sesampainya di kos buku-buku yang baru itu mesti dilapisi dulu dengan plastik sampul tebal, rapi, diberi nama, setelah itu dimasukkan ke dalam lemari bukunya. Tapi anehnya, dia tidak memiliki kegemaran membaca buku. Fran hanya hobi beli buku, tapi tidak hobi membacanya. Koleksi bukunya amat banyak, tapi tidak sebanding dengan pengetahuanya. Dia dua kali gagal naik kelas.
Ada juga Amna, teman saya di SMU. Jarang sekali saya mendapatinya berbelanja buku, atau membaca buku. Kalaupun membaca, membaca majalah atau novel. Itu juga jarang. Amna tidak seorang diri, temen saya yang lain juga banyak. Mereka tidak gemar membaca, apalagi membeli, apalagi memborong. Ya, prestasinya akademiknya, pengetahuannya, biasa saja.
Tiga orang tokoh di atas, Erik, Fran, dan Amna adalah sampel model remaja berkaitan dengan kegemaran membaca. Secara umum, bisa dibagi menjadi tiga model.
Yang, pertama cinta buku. Model yang pertama ini cirinya, amat gemar membaca buku, tema apa saja, dan juga senang membeli buku.
Yang kedua, model orang yang gila buku. Yaitu, orang yang amat hobi membeli buku, tapi hanya untuk koleksi. Gemar membeli buku, hanya untuk pajangan saja, tidak untuk membacanya.
Yang ketiga, tidak cinta dan tidak tergila-gila dengan buku. Untuk sekedar koleksi, maupun membaca.
Nah, kalau kita petakan ke tiga model manusia di atas untuk orang di sekeliling kita, kita akan menemukan bahwa model manusia yang pertama, akan kita temui dengan angka yang paling kecil. Artinya, tingkat kesadaran masyarakat kita akan buku dan pengetahuan amat rendah.
Secara statistik 84 % penduduk Indonesia sudah bisa membaca, ini jauh diatas rata-rata negara berkembang yang cuma 69 %. Tetapi di Idonesia hanya ada 12 judul baru setahun untuk setiap sejuta penduduk, padahal rata-rata negara berkembang 55 judul dan negara maju 513 judul pertahun untuk setiap sejuta penduduk. Selain itu jumlah tiras surat kabar hanya 2,8 % dari penduduk Indonesia. Menurut standar untuk negara berkembang tirasnya 10 % dan negara maju 30 % dari jumlah penduduk.
Angka dan kenyataan di atas, merupakan sebuah ironi. Tingkat baca masyrakat kita yang amat rendah, menjadikan bangsa kita akan terus tertinggal. Kemajuan ekonomi, teknologi, tidak pernah terlepas dari tingkat pengetahuan masyarakat. Di saat jumlah sekolah di negeri kita ibarat jamur, amat banyak, namun tidak menjadikan kita bangsa yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi.
Belum lagi kalau kita mau menengok keseharian dan kebiasaan yang dilakukan remaja negeri kita. Umumnya mereka yang menjadi peserta didikpun, juga tidak nampak memiliki kebutuhan yang tinggi akan pengetahuan. Mereka disibukkan dengan perlengkapan accessori, busana yang gaul, bermewah-mewah kendaraan, dan ketenaran. Tidak sebanding dengan modernitas zaman. apa yang harus kita perbuat ?
Pertanyaan yang begitu panjang untuk dijawab dan didiskusikan. Gerakan cinta buku, perpustakaan keliling, buku murah, dan usaha pemerintah lainnya yang berusaha mendongkrak tingkat kecintaan masyrakat dengan buku, nampaknya belum mendapatkan sambutan yang hangat atau hasil yang memuaskan.
Di saat program itu semua dijalankan, di saat yang sama, kontes audisi idola lebih diminati remaja kita. Kalau sudah begitu, uang yang ada dalam kantong remaja kita tidak banyak yang akan lari ke toko buku, malah membanjiri konter pulsa, butik, kafe, mal, studio playstation, game online, atau tempat-tempat tongkrongan.
Siapa yang tidak prihatin, siapa yang tidak ingin melihat bangsa ini maju ? kita bisa kita ikut andil untuk menjadikan orang disekeliling kita butuh akan pengetahuan dan gemar membaca. Kalau kita bertanya, bagaimana bisa kita merubah keadaan yang sudah separah ini ? semua berawal dan bermula dari yang kecil dan ringan, hanya butuh kontinyuitas.
Yang pertama, sisihkan uang bulanan yang kita miliki untuk menambah koleksi buku kita. Kita bisa memulai membeli buku yang ringan temanya, atau novel, atau buku-buku biografi, dan lain sebagainya. Bisa juga buku yang membahas masalah kontemporer, masalah terkini, pokoknya yang menantang semangat baca. Sedikit demi sedikit koleksi buku kita akan bertambah. Kalau sudah begitu, kita rapikan indeks buku kita, dan buka koleksi buku kita untuk perpustakaan dalam rumah anda. Baiknya di ruang tamu. Atau, kalau anda merasa keberatan untuk rutin berbelanja buku karena kebutuhan anda mendesak, bisa dengan cara mengumpulkan buku dari teman-teman kita yang bersedia bekerjasama untuk misi mulia ini.
Mulai ajaklah orang sekeliling anda, teman anda, rekan kerja, jamaah masjid, atau saudara untuk berkunjung ke rumah anda. Kenalkan kepada mereka bahwa anda punya buku bacaan yang amat menarik, tentunya anda sendiri sudah membacanya. Dengan membuatnya tertarik, mudah-mudahan tergambar membaca buku itu bukan kewajiban tetapi hiburan atau kebutuhan.
Persilahkan mereka yang berkunjung ke rumah kita untuk membaca dengan asyik. Sesekali ajaklah berbincang mengenai isi buku yang dipilihnya. Kalau saja dia berkeinginan untuk menyelesaikan membaca di rumahnya, persilahkan dengan terlebih dahulu mencatat di indeks koleksi buku yang telah anda buat. Catat judul bukunya, tanggal pinjam, dan tanggal kembalinya. Pergulirkan semua dengan teratur, jangan khawatir buku anda tidak kembali.
Prinsipnya, orang yang meminjam itu berkeinginan untuk mengembalikan, hanya saja kadang terlupa. Urusannya tidak hanya buku yang dipinjam, tapi banyak. Oleh karena itu, anda hanya perlu mengingatkan. Kalau anda malu, anda bisa mulai dengan mencoba bertanya komentarnya tentang buku itu. Persilahkan dia berbicara panjang lebar tentang buku itu. Setelah selesai, ingatkan bahwa buku itu belum kembali, padahal waktu pinjamnya hari ini adalah hari terakhir. Dia akan senang karena merasa dihargai komentarnya, juga diingatkan tanggal pengembaliannya.
Kalau anda meninggalkan kesan yang baik untuknya, secara otomatis dari mulut ke mulut jasa baik anda membuka perpustakaan akan tersebar. Dan, saat itulah anda memiliki satu peran untuk menjadikan masyarakat kita cinta buku.
Kutu buku, gila buku, cinta buku, atau kutu gila baca buku, jauh lebih baik dari pada kurang tau, anti buku, atau elergi buku. Benarkan ?
Hal ini telah dilakukan ayah saya sejak setahun terakhir. Ayah menggaubungkan koleksi buku saya, adik, kakak, dan buku ayah sendiri yang memang sudah banyak. Dan, hasilnya bagus. Rumah kami dikenal dengan perpustakaannya. Buku-buku itu kini tersebar di kolega ayah, paman, teman adik, dan semuanya kini bisa membaca tanpa harus terkendala dengan dana. Semoga bermanfaat!
Cara di atas adalah satu cara kita untuk bisa berperan dalam membangun minat baca masyarakat. Cara yang lain masih ada, dan banyak. Yang terpenting, masing-masing kita punya niatan ke arah yang sama, membangun budaya baca masyrakat. Kita tidak akan rugi untuk kebaikan, sebaliknya rugi kalau saja kita tidak mampu melakukannya, niatan saja tidak punya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar