Minggu, 10 Mei 2009

AMIT-AMIT

AMIT-AMIT
Pernah baca buku, JANGAN JADI SELEB karangan O Sholihin ?. kalau belum, baca deh, cukup bagus dalam penilaian saya. Bagi saya, buku itu memiliki satu pengalaman lucu tersendiri.
Suatu pagi, sengaja buku itu saya bawa ke kampus, untuk mengisi waktu kosong atau saya baca ketika pergantian doosen. Dari pada saya menganggur, atau tertawa bersama temen-temen, saya pikir membaca buku itu lebih bagus.
Ketika pergantian jam, temen-teman pada ngumpul di kelas bagian belakang. Tidak semua, tapi kebanyakan membuat kelompok-kelompok ngobrol. Ada yang ngomongi masalah bola. Ada yang ngomongin kegiatan apa yang paling tepat untuk mengisi liburan musim panas -kebetulan satu bulan berikutnya ada liburan musim panas dan kuliah libur kuliah selama kurang lebih tiga bulan-. Ada juga yang ngomongon Tukul Arawana yang tenar melalui tayangan EMPAT MATAnya. Macem-macem. Pokonya, ngalor ngidul yang penting rame, judulnya apa aja terserah!
Tapi, ada juga yang tetap di tempat duduknya. Satu diantaranya temen saya sebut saja Istiq. Laki-laki darah sunda tapi besar di Makassar itu, duduk disamping saya sambil tetap mengkaji materi yang barusan disampaikan. Saya sendiri, baca buku JANGAN JADI SELEB. Ana bacanya serius banget, pokoknya kalau lagi baca ana pengennya tenang ga mau diganggu.
Pas itu, Istiq nyeloteh sambil menghadap ke saya,
"judulnya apaan sih, serius banget bacanya??. Tangannya memaksa saya membuka sebentar cover buku yang saya baca, dia mau tau judulnya apa.
"JA...NGAN JADI SELEB?. Emang mau jadi seleb ? tanyanya ngaco.
Bagi saya pertanyaannya aneh, emang kalau baca buku dengan judul itu, berarti ana punya niatan mau jadi seleb? Ga kan?. Tapi, pria berkacamata ini dikenal dengan sikapnya yang bijak, akhirnya dengan enteng dengan seringai lebah yang mau nyengat saya jawab,
"ya sih, tadinya. Tapi setelah baca buku ini, kayaknya ga deh. Ana mestinolak tawaran jadi seleb, kan banyak yang pada nawarin ana jadi seleb. Abis, tampang ana menjual sih, Susah!.he..kapok
"amit-amit GRnya...kayak ga ada orang lain aja, ngapain milih kamu jadi seleb!
"dah tau nanya! Emang siapa juga yang mau jadi seleb?!!"

KEANGKUHAN DIBALIK KELEMAHAN

KEANGKUHAN DIBALIK KELEMAHAN
Dalam sebuah perjalanan dengan menggunakan bus kecil, saya duduk di depan, dekat dengan sopir. Ketika itu entah apa yang sedang saya pikirkan, saya hanya melamun. Tiba-tiba sebuah mobi kijang pick up berhenti di depan bus menghadang. Sopir kijang itu, menolehkan wajahnya ke belakang dengan wajah garang, terlihat dari kaca yang ada dibelakangnya. Saya kaget seketika dia mengancam sopir bus yang saya tumpangi.
Takut kalau-kalau jalan macet, sopir saya berkata dengan suara yang lantang, "ke pinggir dulu, belakang macet!"
Tetap saja, dengan keangkuhannya sopir kijang keluar dari mobil. Saya terheran, apa yang terjadi. Saya belum tahu. Kaca bus tepat di depan posisi sopir di pukul dengan kerasnya. Kulit hitam ditambah lagi dengan buliran keringat yang membasahi wajahnya, menambahi keangkeran. Badannya tegap, potongan rambutnya ala militer, dan kaus yang dikenakannya terpampang tulisan anggota kesatuan aparat keamanan negara. Malah, kesatuan elit.
"kenapa ketawa-ketawa! turun ! serunya kencang sekali. Saya tidak melihat ada kesan tertawa pada wajah sopir bus di sampiang saya. dia tampak mulai ketakutan. Sebelum turun, dia bilang, "ah paling di tampar, prock!". Kasihan saya. badannya kecil, trus kru bus lainnya juga tampak tidak ada yang berani turun membelanya. Saya baru tahu, kalau ternyata hanya gara-gara bus saya nyenggol kijang yang memang juga sudah tampak tua. Anehnya, kenapa juga dipermasalahkan padahal nyenggolnya dikit dan pelan, nyampai saya yang duduk di depan juga ga denger. Mungkin karena saat itu saya sedang melamun memikirkan sesuatu serius, sampai-samapai suara senggolanI tidak terdengar oleh saya.
di dalam, penumpang yang sebagian ibu-ibu mengelus dada keakutan. Sedang saya sendiri merasa kasihan., tapi juga tidak berani turun mungkin karena penampilannya yang lekat dengan keangkeran kesatuan militer, menjadikan saya pikir-pikir untuk ikut-ikutan. Pengecut bukan ?
Tidak lama setelah memaki-maki sopir bus saya, dua kali bogem mentah mengenai perutnya. Wajahnya memelas, mengaduh, tapi sayang sekali tidak ada yang berani turun membelanya, termasuk saya dan kru bus.
Sudah maklum,tidak banyak yang berani berurusan dengan pihak militer. Ribet, menakutkan, dan tidak jarang terjadi pemalakan atau pemerasan dengan berbagai dalih kesalahan yang dicari-cari.
Sebuah contoh keangkuhan. Seragam militer, kulit hitam legam, postur badan tinggi tegap, potongan rambut ala pasukan militer. Itu semua bukan diciptakan untuk menjadi legalisasi tindakan menakut-nakuti orang yang lemah. Sebaliknya, mestinya orang yang lemah adalah merasa aman kerana keberadaannya. Apa yang terjadi, kalau saja yang terjadi adalah keangkuhan, keangkuhan yang dibungkus dengan seragam resmi anggota penegak keamanan negara?
PNS, komandan, bos, direktur, mandor, kopral, jendral, tukang becak, [penjahit, orang cacat, perawat, guru, semua jenis jabatan amupun pekerjaan yang ada, pada hakekatnya memiliki kesamaan. Kesamaan itu adlah kelemahan. Kalau saja jendral itu kuat, maka kenapa perlu mesti ada prajurit? Sekuat apapun seorang jendral, mana kuat dia kalau tanpa prajurit? Itu kalau jendral, yang di bawahnya ada prajurit. Semuanya sama, tidak ada yang perlu dibanggakan dengan kekuatannya, yang itu berarti tidak ada keangkuahan yang dibenarkan dengan alasan apapun itu.
Dengan kekuasaan, Firaun merasa angkuh dengan mengatakan bahwa dirinya tuhan. Bani israel saat itu, kudu taat kepadanya. Namun apakah fFiraun mampu berkuasa sendirian? Tidak. Dia memiliki tentara, pesihir, pekerja kerajaan, rakyat. Dia tidak bisa berkuasa sendirian. Dia merasa angkuh karena merasa apa saja yang dia inginkan akan terwujud dengan kekuasaannya. Akhirnya, Allah menenggalamkan diri berserta keangkuhannya. Tidak ada yang pantas dijadikan alasan untuk berbuat angkuh, sedangkan kita manusia adalah sebutir pasir di hamparan padang sahara kekuasaan Allah, atau lebih kecil dari itu.
Seorang raja pada zaman dahulu, namrud namanya, juga demikian. Dia merasa menjadi seorang yang layak angkuh karena kekuasannya. Dia tidak menginginkan ada sesuatu yang dianggap setara dengan kekuasaannya, termasuk tuhan.
Suatu saat, Namrud terlibat perdebatan dengan seorang hamba biasa, bukan anak pejabat, bukan anak raja, dialah Ibrahim. Ibrahim adalah seorang muwahhid yang merasa amat rendah dihadapan tuhannya, sedangkan dia adalah seorang anak tukang pembuat patung, Azar.
Ibrahim menampik pengakuan Namrud yang mengatakan dirinya tuhan. Dia berkata, "Namrud, sesungguhnya tuhan ku mapu menghidupkan dan mematikan. Adakah kau bisa melakukan seperti apa yang dilakukan tuhanku, kalau saja kau benar kau adalah tuhan? Tanya Ibrahim sopan. Namrud bukannya tersinggung, dia merasa tertantang dengan apa yang dikatakan Ibrahim. Dia ingin buktikan kepada Ibrahim, bahwa apa yang bisa dilakukan tuhan Ibrahim, Namrud juga bisa melakuaknnya.
Dengan sombong, segera Namrud memanggil dua orang tentaranya. Setelah keduanya datang kehadapan Namrud, bermaksud membuktikan tantang Ibrahim Namrud berkata,"aku putuskan kamu berdua. Satu diantara kalian akan ,musti mati, dan lainnya aku biarkan hidup".
Dengan segera datang algojo, membunuh satu diantara kedua tentara tersebut. Setelah terbunuh, Namrud berkata dengan sombongnya senbari meremehkan Ibrahim.
"Ibrahim, bukankah aku telah melakukannya. Satu aku kehendaki dia mati, maka matilah. Satu lagi akau biarkan dia hidup, hidup".
Tak kalah, Ibrahim menjawabnya dengan satu pernyataan cerdas.
"kalau begitu baiklah. Tapi ada satu lagi yang harus kau buktikan kalau kau memang tuhan, sehingga mampu melkukannya sebagaimana tuhanku mampu melakukannya"
" katakan saja apa itu!"
Tanpa rasa takut, tanpa brkeringat dingin ketakutan, dengan mantap Ibrahim menjawab diplomatis,
"tuhanku lah yang mendatangkan matahari dari timur setiap hari. Kalau kau memang tuhan, aku minta satu hari saja kau datangkan matahari terbit dari arah barat' mampukah kau melakuaknnya ?.
Namrud merasa kalah dengan argumen yang dikatakan Ibrahim. Akhirnya, Namrud tetap saja tidak mau beriman seperti apa yang didakwakan Ibrahim, itu juga karena keangkuhan.
Keangkuhan seperti apapun itu, adalah suatu hal yang tidak pantas dilakukan oleh makhluk. Sehebat apapun makhluk, tidak akan mampu melakukan satu kekuasaan Allah, pencipta makhluk. Lalul, bagaimana mungkin seorang akan angkuh dengan sesama, sama-sama lemah, sama-sama diciptakan, sama-sama memerlukan ?

KUTU GILA BACA BUKU

KUTU GILA BACA BUKU
Dion. Seorang remaja yang belum lama lulus sarjana kependidikan teknik mesin sebuah universitas negeri. Beberapa bulan lalu, dia diterima bekerja sebegai staff pengajar di sebuah lembaga pendidikan. Erik memiliki sebuah kebiasaan ketika dia menerima gaji bulanan. Setiap kali dia menerima gaji bulanan, besoknya dia akan datang ke sebuah tempat yang di situ berjejal penjual buku bekas. Dua, tiga, empat, lima buku atau terkadang lebih dia beli. Temanya beragam, tapi kesemuanya memiliki kesamaan. Semua buku yang dibelinya, bekas!
Ia memang hobi membaca, seperti layaknya makan ia juga hobi, selain karena makan adalah kebutuhan. Kebiasaan membaca dan memborong buku itu, dilakoninya semenjak awal kali menjadi mahasiswa. Pantas saja, di akhir kelulusan, dia dinobatkan sebagai mahasiswa teladan ke lima tingkat universitas.
Ada lagi, Frans, teman saya di SMU. Tidak jauh berbeda dengan Erik, Fran memiliki kebiasaan yang hampir sama, memborong buku. Setiap kali dia mendapatkan uang kiriman bulanan, yang selalu ia lakukan adalah, belanja buku. Semua bukunya baru. Selesai belanja buku, sesampainya di kos buku-buku yang baru itu mesti dilapisi dulu dengan plastik sampul tebal, rapi, diberi nama, setelah itu dimasukkan ke dalam lemari bukunya. Tapi anehnya, dia tidak memiliki kegemaran membaca buku. Fran hanya hobi beli buku, tapi tidak hobi membacanya. Koleksi bukunya amat banyak, tapi tidak sebanding dengan pengetahuanya. Dia dua kali gagal naik kelas.
Ada juga Amna, teman saya di SMU. Jarang sekali saya mendapatinya berbelanja buku, atau membaca buku. Kalaupun membaca, membaca majalah atau novel. Itu juga jarang. Amna tidak seorang diri, temen saya yang lain juga banyak. Mereka tidak gemar membaca, apalagi membeli, apalagi memborong. Ya, prestasinya akademiknya, pengetahuannya, biasa saja.
Tiga orang tokoh di atas, Erik, Fran, dan Amna adalah sampel model remaja berkaitan dengan kegemaran membaca. Secara umum, bisa dibagi menjadi tiga model.
Yang, pertama cinta buku. Model yang pertama ini cirinya, amat gemar membaca buku, tema apa saja, dan juga senang membeli buku.
Yang kedua, model orang yang gila buku. Yaitu, orang yang amat hobi membeli buku, tapi hanya untuk koleksi. Gemar membeli buku, hanya untuk pajangan saja, tidak untuk membacanya.
Yang ketiga, tidak cinta dan tidak tergila-gila dengan buku. Untuk sekedar koleksi, maupun membaca.
Nah, kalau kita petakan ke tiga model manusia di atas untuk orang di sekeliling kita, kita akan menemukan bahwa model manusia yang pertama, akan kita temui dengan angka yang paling kecil. Artinya, tingkat kesadaran masyarakat kita akan buku dan pengetahuan amat rendah.
Secara statistik 84 % penduduk Indonesia sudah bisa membaca, ini jauh diatas rata-rata negara berkembang yang cuma 69 %. Tetapi di Idonesia hanya ada 12 judul baru setahun untuk setiap sejuta penduduk, padahal rata-rata negara berkembang 55 judul dan negara maju 513 judul pertahun untuk setiap sejuta penduduk. Selain itu jumlah tiras surat kabar hanya 2,8 % dari penduduk Indonesia. Menurut standar untuk negara berkembang tirasnya 10 % dan negara maju 30 % dari jumlah penduduk.
Angka dan kenyataan di atas, merupakan sebuah ironi. Tingkat baca masyrakat kita yang amat rendah, menjadikan bangsa kita akan terus tertinggal. Kemajuan ekonomi, teknologi, tidak pernah terlepas dari tingkat pengetahuan masyarakat. Di saat jumlah sekolah di negeri kita ibarat jamur, amat banyak, namun tidak menjadikan kita bangsa yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi.
Belum lagi kalau kita mau menengok keseharian dan kebiasaan yang dilakukan remaja negeri kita. Umumnya mereka yang menjadi peserta didikpun, juga tidak nampak memiliki kebutuhan yang tinggi akan pengetahuan. Mereka disibukkan dengan perlengkapan accessori, busana yang gaul, bermewah-mewah kendaraan, dan ketenaran. Tidak sebanding dengan modernitas zaman. apa yang harus kita perbuat ?
Pertanyaan yang begitu panjang untuk dijawab dan didiskusikan. Gerakan cinta buku, perpustakaan keliling, buku murah, dan usaha pemerintah lainnya yang berusaha mendongkrak tingkat kecintaan masyrakat dengan buku, nampaknya belum mendapatkan sambutan yang hangat atau hasil yang memuaskan.
Di saat program itu semua dijalankan, di saat yang sama, kontes audisi idola lebih diminati remaja kita. Kalau sudah begitu, uang yang ada dalam kantong remaja kita tidak banyak yang akan lari ke toko buku, malah membanjiri konter pulsa, butik, kafe, mal, studio playstation, game online, atau tempat-tempat tongkrongan.
Siapa yang tidak prihatin, siapa yang tidak ingin melihat bangsa ini maju ? kita bisa kita ikut andil untuk menjadikan orang disekeliling kita butuh akan pengetahuan dan gemar membaca. Kalau kita bertanya, bagaimana bisa kita merubah keadaan yang sudah separah ini ? semua berawal dan bermula dari yang kecil dan ringan, hanya butuh kontinyuitas.
Yang pertama, sisihkan uang bulanan yang kita miliki untuk menambah koleksi buku kita. Kita bisa memulai membeli buku yang ringan temanya, atau novel, atau buku-buku biografi, dan lain sebagainya. Bisa juga buku yang membahas masalah kontemporer, masalah terkini, pokoknya yang menantang semangat baca. Sedikit demi sedikit koleksi buku kita akan bertambah. Kalau sudah begitu, kita rapikan indeks buku kita, dan buka koleksi buku kita untuk perpustakaan dalam rumah anda. Baiknya di ruang tamu. Atau, kalau anda merasa keberatan untuk rutin berbelanja buku karena kebutuhan anda mendesak, bisa dengan cara mengumpulkan buku dari teman-teman kita yang bersedia bekerjasama untuk misi mulia ini.
Mulai ajaklah orang sekeliling anda, teman anda, rekan kerja, jamaah masjid, atau saudara untuk berkunjung ke rumah anda. Kenalkan kepada mereka bahwa anda punya buku bacaan yang amat menarik, tentunya anda sendiri sudah membacanya. Dengan membuatnya tertarik, mudah-mudahan tergambar membaca buku itu bukan kewajiban tetapi hiburan atau kebutuhan.
Persilahkan mereka yang berkunjung ke rumah kita untuk membaca dengan asyik. Sesekali ajaklah berbincang mengenai isi buku yang dipilihnya. Kalau saja dia berkeinginan untuk menyelesaikan membaca di rumahnya, persilahkan dengan terlebih dahulu mencatat di indeks koleksi buku yang telah anda buat. Catat judul bukunya, tanggal pinjam, dan tanggal kembalinya. Pergulirkan semua dengan teratur, jangan khawatir buku anda tidak kembali.
Prinsipnya, orang yang meminjam itu berkeinginan untuk mengembalikan, hanya saja kadang terlupa. Urusannya tidak hanya buku yang dipinjam, tapi banyak. Oleh karena itu, anda hanya perlu mengingatkan. Kalau anda malu, anda bisa mulai dengan mencoba bertanya komentarnya tentang buku itu. Persilahkan dia berbicara panjang lebar tentang buku itu. Setelah selesai, ingatkan bahwa buku itu belum kembali, padahal waktu pinjamnya hari ini adalah hari terakhir. Dia akan senang karena merasa dihargai komentarnya, juga diingatkan tanggal pengembaliannya.
Kalau anda meninggalkan kesan yang baik untuknya, secara otomatis dari mulut ke mulut jasa baik anda membuka perpustakaan akan tersebar. Dan, saat itulah anda memiliki satu peran untuk menjadikan masyarakat kita cinta buku.
Kutu buku, gila buku, cinta buku, atau kutu gila baca buku, jauh lebih baik dari pada kurang tau, anti buku, atau elergi buku. Benarkan ?
Hal ini telah dilakukan ayah saya sejak setahun terakhir. Ayah menggaubungkan koleksi buku saya, adik, kakak, dan buku ayah sendiri yang memang sudah banyak. Dan, hasilnya bagus. Rumah kami dikenal dengan perpustakaannya. Buku-buku itu kini tersebar di kolega ayah, paman, teman adik, dan semuanya kini bisa membaca tanpa harus terkendala dengan dana. Semoga bermanfaat!
Cara di atas adalah satu cara kita untuk bisa berperan dalam membangun minat baca masyarakat. Cara yang lain masih ada, dan banyak. Yang terpenting, masing-masing kita punya niatan ke arah yang sama, membangun budaya baca masyrakat. Kita tidak akan rugi untuk kebaikan, sebaliknya rugi kalau saja kita tidak mampu melakukannya, niatan saja tidak punya.

BATUK, ATAU MENYALAKAN ?

BATUK, ATAU MENYALAKAN ?
Pengalaman lucu ini terjadi kurang lebih sekitar empat belas bulan yag lalu. Saat itu, saya sedang menjalankan tugas wiyata bakti, mengajar di sebuah sekolah menengah tingkat pertama islam. Materi ajar saya, tata bahasa arab. Tidak hanya satu mata pelajaran, hampir semua mata pelajaran yang menggunakan bahasa pengantar bahasa arab, sayalah saat itu yang diberi tugas untuk mengampu. Seperti al qur'an, hadits, percakapan bahasa arab, dll.
Nah, setiap kali besok saya harus mengajar, malam hari sebelumnya selalu saya mempersiapkan terlebih dahulu beberapa kosakata baru yang sendiri belum tahu. Dengan menggunakan sebuah kamus, saya mulai memberi catatan kecil terjemahan.
Pernah suatu kali, saya menemukan kata "su'aal". Kata ini termasuk kata yang sebelumnya saya tidak tahu. Saya buka kamus, dan ketemu. "Su'al" berarti, batuk. Namun, tidak hanya kata su'al yang saya tidak tahu. Seperti biasa, kosakata yang baru saya dapat, saya beri catatan kecil terjemahan di atasnya.
Keesokan harinya, jam pelajaran ketiga adalah jam mengajar saya di kelas 1 putra-kelas putra dan putri dipisah-. Dengan memakai setelan baju kotak-kota putih celana hitam, saya masuk kelas.
"assalamualaikum"
"waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh"jawab santri-santri.
Pelajaran dimulai. Seperti biasa, terlebih dahulu saya ajukan kosa kata baru untuk santri, kemudian satu persatu saya beri kesempatan kepada santri-santri menjawab, barangkali ada yang sudah pernah tahu. Kalau tidak ada yang tahu, baru saya akan beri arti kata tersebut.
Salah seorang santri saya, Auzan, dulu pernah belajar di Gontor enam, magelang. Dari sisi banyaknya kosakata, dia paling unggul dibandingkan dengan teman-sekelasnya, malah seangkatannya, putra maupun putri.
"su'alun! .........! ucap saya dengan lantang.
"su'alun! Santri-santri menirukan apa yang saya ucapkan.
, "siapa yang tahu artinya? Ada yang tahu?".saya buka pertanyaan.
"pertanyaan us!" jawab Feri.
"itu kalau su'al pake hamzah Feri, tapi ini pake 'ain. Jadi salah. Yang lain, ada yang tahu?"
"batuk us! Seru Auzan.
Ya, Auzan benar. Tapi entah kenapa, saat itu yang saya ingat, su'al berarti menyalakan. Saya mulai ragu, mana yang benar. Belum samapi saya cek, saya jawab
"salah. Yang lain ada yang tahu?
Tidak ada lagi yang coba-coba menebak jawabannya, selain Auzan yang ingin mempertahankan jawabannya, dan mungkin saja dia yang benar dan sayalah yang salah.
"su'al, kalau pake 'ain itu artinya menyalakan" terang saya..
Santri-santri terlihat memberi catatan kecil arti kata tersebut di buku.
"us, benar us'su'al artinya batuk? Seru Auzan lagi mencoba meyakinkan saya.
Aneh ya, biasanya kata ustadz itu orang memanggilnya dengan suku kata di belakng, jadinya tadz! Tapi berbeda di sini. Mereka menyapa singkat dengan suku kata depan, jadinya Us!
Saya diam sejenak. Bingung. Ditengah diamnya saya, teman-temannya yang lain bertanya memastikan, "yang benar yang mana us, batuk atau menyalakan?"
Ok. Saya teliti lagi, mungkin saya yang salah baca. Eh, ternyata benar, dalam catatan saya, artinya batuk, bukan menyalakan. Nah, sebelum saya jawab makna kata su'al yang paling tepat, saya bermaksud membuat lelucon.
"betul, su'al itu artinya batuk", saya mulai lelucon saya dengan jawaban terlebih dahulu.
"tahukah kalian, batuk dan menyalakan itu ada kaitannya, terkadang sulit kita membedakan. Perhatilan cerita saya"
Ada seorang bapak yang memilki pespa tua. Biasanya pespa itu digunakan untuk pergi kerja.tapi beberpa waktu kemudian, bapak pemiliki pespa itu sudah tidak lagi bekerja karena sudah tua. Pensiun. Dengan demikian, pespa tua itu sering menganggur, jarang digunakan. Padahal, sepeda motor atau pespa itu setiap hari harus dipanasi mesinnya meski tidak digunakan untuk bepergian, ya kan? Saya mencoba bertanya di tengah keseriusan mereka mendengarkan kisah ini.
"ya us" jawab mereka serempak penuh semangat. Memang, saat itu saya dikenal sebagai guru yang paling banyak bercerita, hiburan bagi mereka.
"kalau pespa tua kok sudah lama menganggur, tidak pernah dipakai, tidak pernah dipanasin, apa jadinya? Mogokkan?"
"suatu pagi, bapak pemiliki sepeda motor itu hendak pergi ke pasar sekedar keliling naik pespa tua yang dulu biasa dia pakai".
"pespa dibawa keluar garasi. Pas nyampai di depan rumah, beberapa kali pespa tua itu distarter, tapi ga bisa-bisa. Distarter mesinnya ga nyala-nyala"
Sampai di sini, saya mencoba mempraktekan gambaran seorang yang sedang mengayuh starter sepeda motor tua, mogok lagi. Tangan saya mengambil posisi seakan memegang kedua stang. Kaki kiri di tanah, dan kaki kanan seakan-akan di atas kayuh starter pespa tua itu.
Kemudian, saya praktikan posisi orang tua yang sering batuk, sedang mencoba menyalakan mesin pespa tuanya. Kaki kanan saya berakting sedang mengkayuh pedal starter, di saat yang sama, saya pura-pura batuk, tapi dengan nada batuk yang sesuai dengan nada sepeda motor yang distarter tapi ga nyala-nyala mesinnya.
"uhuk.......uhuk....(sambil kaki kanan seakan sedang menstarter pespa tua"
Sampai di sini, semua santri saya tertawa. Saya sendiri tertawa ketika mengingat kisah lucu itu sampai di sini.
Di tengah tawa mereka, saya bertanya,
"coba jawab, tadi saya menyalakan (mesin) atau batuk????
"nah, itu berarti antara "batuk" dan "menyalakan" ada kaitannya kan?? Saya mencoba bertanya, di saat tawa imut mereka bersorak ramai memenuhi kelas.
"kembali ke materi. Su'al itu berarti "batuk".uhuk...uhukk..."malu aku.


PULANG SAJA !

PULANG SAJA !
Kakek saya cukup keras dan sungguh-sungguh dalam menanamkan nilai keagamaan pada anak-anaknya. Bahkan hingga masa tuanya, cucu-cucunya juga selalu dipesan dan diperhatikan masalah sholatnya, ngafal qurannya, ngajinya, sekolahnya, sholat malam dll.
Pada masa tuanya, kakek pernah tinggal seorang diri di rumahnya di Sragen. Di pelosok desa, di sebuah masjid jami' kakek tetap menjadi imim sholat meski matanya sudah buta, jalannya sudah harus dibantu dengan tongkat.
Kebiasaannya berdzikir sehabis sholat shubuh hingga waktu Dluha, masih terus dijalaninya hingga masa tua.
Suatu saat ketika itu liburan, saya ingin berkunjung sowan ke tempat kakek. Tidak sendirian, saya mengajak saudara saya, Lian. Saat itu, saya masih duduk di bangku sekolah dasar akhir kalau tidak salah. Karena saat itu masih coba-coba, saya seringkali merokok secara sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan ayah.
Sampai di rumah kakek, saya salim. Sambil menyebutkan nama, dan anak siapa,
"niki kulo mbah, putrane lek ahmad semarang" (ini saya kek, putranya paman ahmad yang tinggal di semarang). Suatu kebiasaan, ketika kami cucu-cucunya mencium tangan kakek sembari menyebutkan seperti di atas. Itu karena kakek sudah tidak lagi bisa melihat.
Tapi, karena saya tidak menyebut nama, kakek mengira saya ini ini bukan Fairuz, tapi Hakim, kakak lelaki saya. Saat itu, diantara kesemua anak bapak, Hakim yang paling dikenal. Dikenal karena, dia beberapa waktu lalu keluar dari pesantren di Sumatra.
Ceritanya begini. Mas Hakim dulu adalah anak laki-laki pertama bapak yang masuk ke pesantren. Entah kenapa, saat itu pesantren yang dikenal adalah pesantren yang ada di Lampung, sumatra. Hingga dua tahun masa pendidikan, bapak kecewa dengan perkembangan Mas Hakim. Sisi kenakalan sih tidak, bagi saya wajar-wajar saja. Bapak yang seorang ahli kependidikan, nampaknya tidak puas dengan hasil belajar mas Hakim di pesantren. Akhirnya, Mas Hakim ditarik pulang dan disekolahkan di Semarang. Itulah, yang membuat Mas Hakim terkenal setelah para keluarga tahu dia tidak lagi di pesantren namun dengan penilaian yang salah.
Kerabat dari bapak umumnya mereka menilai bahwa Hamkim dikeluarkan dari pesantren akibat kenakalannya. Padahal, tradisi belajar di pesantren bagi keluarga besar ayah sudah membudaya. Kerana itulah, mas Hakim kecewa.
Kembali lagi. Karena saya tidak menyebutkan nama, kakek juga tahunya saya adalah Hakim. Saya tidak masalah, malah senyum-senyum saja.
Dari siang setelah sampai di rumah kakek, saya tidak banyak ngobrol dengan beliau karena sudah tua jadi sulit untuk banyak berkomunikasi. Saya malah asyik ngobrol dengan Lian. Maen ke pasar, maen ke sungai belakang rumah kakek, dan jalan-jalan keluar.
Malam hari selepas pulang dari masjid, saya tidak lantas tidur, tidak sebagaimana kakek yang langsung tidur setelah meminum teh kental di meja dekat dipan tidurnya.
Saya duduk di teras dengan Lian. Sambil menikmati suasana malam di pedesaan, muncuL niatan buruk dalam hati saya. Saya ingin merokok sambil duduk-dudk di teras. Dalam hati saya pikir, kakek tidak akan tahu, toh beliau sudah tidur.
Asyik saya merokok dan ngbrol banyak dengan Lian. Terus saja menghisab, ngobrol, hingga larut malam. Nikmatnya...
Setelah terasa mengantuk, saya ajak Lian tidur. Saya duduk dibangku panjang, Lian di samping saya. tak lama kemudian, saya dan Lian terlelap tidur.
Begitu lelapnya, hingga saya dan Lian bangun kesiangan. Saya bengun karena kaget mendengar suara tongkat kakek yang dipukulkan ke pintu rumah dengan kencang,
"Kim, wes sholat durung?!" (kim, udah solat belum?)
Ternyata, hari sudah hari sudah panas masuk waktu dluha. Kakek pulang dari masjid, bertanya kepada kami berdua yang baru saja bangun. Saya tidak bisa berbohong,
"dereng mbah" (belum kek)"jawabku dengan mata setengah tidur karena baru saja bangun.
Sontak kakek marah, ditambah lagi taunya saya adalah Hakim, cucu yang keluar dari pesantren dikira karena kenakalannya.
"koe rene iki opo mlayu ko bapakmu piye?" (kamu datang kesini kabur dari ayahmu ya !" gertak kakek, dikira saya ke datang ke rumahnya adalah karena kabur dari orang tua yang taat beragama, dan saya tidak taat beragama. Beliau mengira saya begitu.
"wes nek ngono muleho kono! Muleho nang Semarang rak usah rene nek nggur mlayu ko bapakmu! ( kalau begitu pulang saja ke Semarang, tidak usah kesini kalau tujuannya lari dari ayahmu! Kakek tambah marah.
Ya Allah, musibah ini. Ngerokok sampai larut malam, sampai shol;atnya kesiangan, sampai bikin kakek marah, nyampai disuruh pulang. Aduh!
Segera saya bangunkan Lian, sholat shubuh waktu dluha.. setelah itu mandi, beres-beres, dan pamitan pulang.
Sampai di rumah ayahkaget, "lho kok sudah pulang, katanya mau nginep tiga hari ?"
Saya ceritakan apa yang saya alami, dan bapak tersenyum. Sejak saat itu hingga kini, bapak masih teringat kisah itu, terbukti beberapa kali masih mengingat dan menyebutkan kisah itu diperdengarkan kepada orang lain. "kalau ga sholeh, pergi saja dari rumah" begitu kurang lebih.

SAMBIL MLENGOS,"TERIMA KASIH YA"

SAMBIL MLENGOS,"TERIMA KASIH YA"
Saya memiliki seorang teman. Yunus namanya. Kurang lebih satu bulan saya tinggal sekos dengannya. Kesan saya selama bergaul dengannya, dia adalah seorang yang baik hati, gemar menolong orang, dan jenius. Misalnya saja, meski dia menempuh kuliah di jurusan syariah, namun kemampuan analisa trouble shoting komputer dan cara "mengobatinya", tidak kalah dengan teman saya yang kuliah masalah komputer.
Namun, ada kesan lain yang membuat saya sering tertawa karena siokapnya itu. Dia mudah sekali merasa tidak enak hati atau orang jawa bilang "pekewuh". Rasa pekewuh itu bagus saja kalau pada tempatnya. Sebaliknya, rasa pekewuh yang berlebihan seringkali membuat orang tersiksa, menyesal, atau menggerutu di belakang. Sikap seperti ini, biasanya melekat pada kepribadian orang jawa. Namun demikian, Yunus bukan orang jawa. Dia orang asli jawa barat, sukunya sunda.
Misalnya saja, ketika datang seorang teman datang ke kos minta tolong agar komputernya di"obati", katanya sudah beberapa hari sakit-sakitan kena virus. Padahal, hari itu ujian sudah dekat. Dia tidak punya banyak waktu untuk mengurus komputer sakit tersebut. Tapi, pekewuh membuatnya bungkam untuk menolak permintaan temannya memperbaiki program komputer. Padahal, dia harus belajar, harus menghafal kaidah bahasa dan sastra arab yang cukup banyak. Saya kasihan. Lagi-lagi, dia merasa kesal setelah temannya itu pulang.
"dasar, ga tau orang mau ujian juga masih minta nginstal ulang komputer. Komputer udah butut gitu, nyebelin. Dibenerin berkali-kali masih tetep aja rusak. Ana males ngerjainnya, tapi ga enak kalau ga dikerjain. Uh dasar, besok ujian lagi! Masih banyak yang belum ana hafal, pusing ana! Kapok, besok ana bakal mau lagi kalaul diminta kayak ginian".gerutunya panjang banget.
Dalam hati saya tertawa, "kenpa baru sekarang menggerutu. Bukannya tai waktu teman datang minta komputernya diperbaikin, bisa ajakan nolak dengan haluls?. Ana yakin kok, dia pasti maklum, ga mungkin kan orang minta tolong kok pake maksa?, gitu pikir saya.
Yang mengherankan, kejadian seperti itu terus berulang. Seakan, pekewuh telah membuatnya begitu amat tersiksa, tidak merdeka.
Suatu pagi sebelum kuliah, Yunus bilang kalau nanti setelah kuliah dia ada acara keluar. Kunci kos yang biasanya dia bawa, diberikan ke saya . Kebetulan hari itu saya tidak ada acara keluar.
Tidak berapa lama saya masuk kos, suara sendal Yunus terdengar. Lebih cepat dari biasanya.
"tok..tok....asaaalamualaikum"
"waalaikum salam" jawab saya sambil membukakan pintu.
Yunus pulang membawa CPU entah milik siapa. Pikir saya, dia tidak jadi pergi, karena ada "proyek" service komputer.
Benar saja. Seketika, seperti seorang dokter unit gawat darurat yang kedatangan pasien yang tengah koma. CPU yang tadi dibawanya, dengan cepat dan lincah segera dibongkarnya.
Tangan kanan pegang mur, tangan kiri menerangi pake lampu handphone. "Benar-benar profesional", batin saya. Saya pikir dia semangat karena bentar lagi ada rejeki. Meski tidak banyak, tapi untuk ukuran anak kos, cukup berarti.
Bagaimana tidak, tadi pagi Yunus bilang kalau sehabis kuliah dia tidak langsung pulang karena ada acara di luar. Tidak tahu persisi saya apa acaranya. Saya hanya menduga, sedang ada panggilan service.
Yunus sudah mendapat kepercayaan dari beberapa kenalannya untuk masalah komputer, pemasangan, service, atau jual beli dalam skala kecil. Kreatif.
Kali ini, saya pikir Yunus untung nih. Biasanya untuk service dia mesti datang ke tempat yang jauh di tempat orang yang mengundangnya. Kali ini, dia tidak perlu pergi jauh, karena CPU sudah dibawa ke kampus. Jadi, sehabis kuliah langsung dibawa ke kosan. Kebetulan yang punya CPU teman kuliahnya.
"pantes aja, ngerjainnya semangat banget. Dalam hati saya berkata demikian.
Belum lama dibongkar, CPU sudah dirangkai dipasang kembali, nampaknya sebentar lagi sudah jadi. CPU di sambungkan ke monitor. Mulailah, jemarinya yang lincah menari di atas keyboard itu melompat dari satu tombol ke tombol yang lain dengan cepat. Layaknya seorang programmer, Yunus benar-benar meyakinkan dalam hal komputer.
"klik...klik....cetek....cetek.......klik....ctek". Cari uang tu ga sulit ya? Bentar lagi komputer jadi, dapat uang deh?
Tapi ternyata, pengerjaan software ternyata membutuhkan waktu lebih lama dari pada bongkar pasang CPU atau hardware. Yunus butuh waktu berjam-jam untuk memformat ulang. Sesekali terlihat memasukkan kepingan CD atau DVD ke CPU, entah apa maksudnya saya kurang begitu faham.
Sekitar empat jam, selesai pengerjaan. Yunus tampak letih, tidak istirahat semenjak pulang kuliah hingga sore.
Sekitar pukul empat sore, datang seorang teman Yunus ke kosan. Mungkin, dia orang yang punya CPU. Tidak lama setelah itu, jadi. Komputer yang semula koma, kini kembali sembuh.
Sebentar setelah service selesai, Yunus berbicara panjang lebar dengan si empunya CPU. dari mulai sebab kerusakan, teknis "penyembuhannya", dan beberapa program yang dia harus install. Pembicaraan yang cukup lama itu tidak hanya masalah komputer saja, terkadang melebar ke masalah lain. Yang jelas ngobrolnya cukup lama. Saya sendiri tidak begitu menyimak obrolannya.
Setelah lama mengobrol, bercanda, sembari minum air putih yang disediakan Yunus, tak berapa lama kemudian sang teman hendak berpamitan pulang. Nah, di sinilah kejadian "lucu" itu bermula. Tanpa basa-basi, CPU yang baru saja diperbaiki tersebut diangkat, dan pamitan pulang karena hari sudah cukup sore.
"ana pulang dulu ya, udah sore nih. Syukron, jazakallah. Aduh jadi ngrepotin nih. Ya, assalamualaikum!" ucap teman Yunus si empunya CPU sambil memegang tangan Yunus, salaman.
Ana tidak begitu memperhatikan, dan tidak begitu tahu apa yang terjadi, bagaimana mimik muka Yunus yang periang itu. Tak berselang lama, Yunus masuk ke kosan dan sumpah serapah kesal keluar dari mulutnya.
"enak aja syukron, ga ada duitnya. Ana udah batalin acara keluar, ga tidur siang, capek, Cuma dibilang syukron. Ini di Jakarta mas, mana ada yang gratis!"
Ana tertawa mendengar celotehannya. Tertawa ga habis-habis. Kenapa baru sekarang bilang seperti itu, bukanya tadi waktu si empunya CPU datang bisa aja kan dimintai ongkos service. Ya kan?!
"hari gini, mana ada yang gratis??! Makannya bang, besok lagi ga usah pake pekewuh, entar bawaannya nyesel terus belakangan".

HANDPHONE

HANDPHONE
Dulu maktu SMU, ana punya seorang teman yang hinggakini masih akharb. Ihar. . Berasal dari sebuah Kabipaten kecil di timur kota Solo, Karanganyar. Orangnya santun, sederhana. Salah satu sikapnya yang bisa menjadi teladan bagi kita adalah, dia tidak mudah mengeluh dalam kondisi apapun. Lahir dari keluarga yang tergolong tidak mampu. Setahu saya, ijazah SMU nya ditahan pihak sekolah hingga dua tahun setelah kelulusannya. Hal itu dikarenakan Ihar meiliki tunggakan SPP berbulan-bulan.
Ihar seorang yang periang, juga suka bikin oranag lain ikut riang. Maksud saya, sekapnya seringkali menghibur.
Setamat aliyah, Ihar yang berasal dari keluarga tidak mampu tersebut tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang perkuliahan. Namun, bukan berarti menganggur. SI jenius itu berangkat ke Jawa timur, karena ada kesempatan beasiswa bagi siapa saja yang berkeinginan menghafal al qur'an. Tepatnya di kota Jember.
Hingga beberapa tahun, Ihar tidak memiliki HP. Suatu saat, karena suatu kebutuhan Ihar harus membeli sebuah HP. Saat itu, Nokia yang tipe 3310 masih berkisar antara seratus dua puluh lima hingga seratus lima puluh ribu rupiah. Ihar urung membeli HP tipe itu. Setahu saya, itu adalah HP yang paling murah saat itu, paling kuno. Tapi alhamdulillah, ternyata tidak. Ada lagi di bawahnya yang lebih murah. HP second, di bawah Nokia 3310 seharga tujuhpuluh ribu. Yang ini yang dia mau beli. Hpnya besar, hitam, kuno. Fungsi utamanya hanya ada tiga, Telp, sms, dan hiburan. Hiburan karena di situ ada beberapa games jadul (jaman dulu) seperti tetris. Itu saja.
Karena sering dipakai, suatu saat HP Ihar mengalami gangguan. Entah rusaknya dimana, yang jeas fungsi utamana berkurang satu, telpon. Hpnya yang semuala biasa digunakan telepon, kini sudah tidak lagi bisa untuk telepon.
Mencoba memperbaiki, Ihar datang ke counter HP. Tapi urung, setelah tahu ternyata tarif servicenya lebih mahal dari harga beli Hpnya. Ya iya lah, rugi dong! Bayangin aja, masaak harga servicenya sama gedenya ama harga belinya, lucukan?
"Ya sudahlah, ga telepon ga papa, masih bisa sms kok" ungkap Ihar lirih.
Mulailah, saat itu fungsi Hp hanya untuk sms dan berhibur. Games tetris kalau lagi suntuk menghibur juga kan?
Karena untuk fungsi komunikasi hanya bisa sms, akhirnya smsnys sering banget. Otomatis, keypednya sering banget dipencet-pencet kan?. Sms.......terus. akhirnya, entah rusaknya apa, pokoknya untuk sms lagi sudah tidak bisa. Mungkin tombonya rusak, entah apanya juga yang rusak saya juga kurang begitu tahu masalah elektronik.
Ya udah deh, telepon ga bisa, sms juga ga bisa. Akhirnya barang yang dulu orang bilang itu Handphone, kini berganti nama menjadi gamewacth. Abis, buat telepon ga bisa, sms juga ga bisa, bisanya Cuma buat maen tetris aja. Tepat ga kalau disebutnya gamewatch aja, bener kan?